Aku bermaksud meminta tugas-tugas tambahan untuk mendongkrak
nilaiku. Tapi Pak Sentot menolaknya dan menawarkan les privat seminggu dua kali
di rumahnya. Aku langsung menyetujuinya tanpa berpikiran apa-apa. “Ok, nanti
sore kamu ke rumah saya jam 4,” ujar Pak Gatot dengan nada memerintah. “Baik
Pak, saya bisa, terima kasih,” jawabku sambil pamit pulang.
Tepat jam 4 aku tiba di rumah Pak Sentot, Sore itu aku
memakai pakaian kemeja berkancing yang agak kebesaran, untuk menutupi
menonjolnya payudaraku, serta celana jins yg tidak terlalu ketat, tentu tak
lupa juga BH dan celana dalam. Sementara Pak Sentot tampak santai, memakai kaos
berlengan dan celana panjang biasa. Pak Sentot langsung duduk di sebelahku, dan
menjelaskan kondisiku. Dengan jebloknya nilai ulangan-ulanganku, mulai sekarang
aku harus berusaha sangat keras supaya bisa lulus. “Kamu mengerti situasimu
kan?” tanya Pak Gatot.
Sudah lama Bapak ingin merasakan memek mu yang wangi, tidak
disangka hari ini kamu menyerahkan diri,” ujarnya sambil tertawa keras selagi
tetap memegangi mulut dan kedua tanganku. “Kamu nggak usah macam-macam, layani
saja Bapak, maka kamu nggak perlu mengkhawatirkan nilai-nilaimu yang jeblok
itu. Kalo sampai kamu menjerit atau berontak terlalu keras, maka Bapak jamin kamu
tidak akan lulus, ok?” tambahnya lagi.
Saat itu aku sungguh-sungguh tidak tahu harus berbuat apa
karena belum pernah menghadapi situasi seperti ini dalam hidupku. Tiba-tiba Pak
Sentot dengan cepat melepas kacamataku dan menaruhnya di meja sebelah. Kemudian
tangan kirinya menarik rambutku dan menciumi bibirku yang mungil dengan kasar,
sementara tangan kanannya meremas-remas payudaraku yang sebelah kiri dengan
gemasnya sehingga kemejaku mulai awut-awutan. Karena kedua tanganku sudah tidak
dipegangi lagi, sempat terlintas di pikiranku untuk memukuli Pak Sentot, namun
ancaman tidak lulus membuatku sangat takut dan tidak berani melakukannya. Aku
hanya berusaha melepaskan diri namun sia-sia saja.
Kemudian Pak Sentot melepaskan ciumannya, dan kedua
tangannya dengan segera memreteli kancing kemejaku satu-persatu. Aku mulai
menangis dan memohon untuk dilepaskan, tapi Pak Sentot tidak menghiraukan.
Dengan kasar ia menyingkirkan kemejaku dan melemparkannya ke lantai. Setelah
itu Pak Sentot dengan paksa melucuti celana jinsku. Tubuhku hanya tertutupi BH
dan celana dalam saja, buah dadaku yang berukuran 38C terlihat sangat menonjol.
Sekali lagi aku diterkamnya sehingga hanya bisa berbaring pasrah di sofa yang
besar dan empuk itu. Pak Sentot kembali menciumi bibirku sementara kedua
tangannya dengan ganas meremas-remas buah dadaku.
Sentot Kemudian Pak Sentot menyuruhku menurunkan CD-nya
sampai kedua kakinya, sehingga kami berdua sama-sama telanjang bulat. Dibukanya
kedua pahaku lebar-lebar dan Pak Sentot mengambil posisi di antaranya sambil
memegangi senjatanya. “Pak, pelan-pelan ya? Punya Bapak besar sekali. Saya agak
takut,” kataku saat itu. “Ha.. ha.. ha.. nggak usah takut, pokoknya kamu pasti
seneng,” jawabnya. Pak Sentot juga memberitahuku nggak usah khawatir hamil, karena
nantinya ia tidak akan mengeluarkan air maninya di memekku. “Biar kayak di
BF-BF itu Vicki,” katanya. Aku yang berbaring telentang menjawab dengan
kepalaku, yang dialasi bantal empuk, mengangguk-angguk. Aku menahan nafas saat
Pak Sentot mulai memasukkan kontolnya ke arah memekku yang sudah basah sedari
tadi. “Oh.. Pak..” jeritku kecil. Rasanya bener-bener nikmat meski mungkin baru
ujung kontol Pak Sentot saja yang terbenam di memekku. Kulihat Pak Sentot mulai
memompa dan memegangi kontolnya keluar masuk dari memekku sehingga
menggesek-gesek klitorisku yang makin basah. Aku sungguh-sungguh terbuai, dan
kemudian dengan sekali sentakan kulihat separuh kontol Pak Sentot masuk ke
memekku. “Oh.. Pak Sentot ..” desahku dengan nafas berat.
Kemudian Pak Sentot mengarahkan kedua tangannya ke arah
gunung kembarku dan mulai meremas-remas dengan agak kasar, sambil memaju
mundurkan kontolnya keluar masuk memekku. “Oh Pak Sentot ..” Aku sudah
benar-benar lupa diri, yang ada di pikiranku saat itu hanyalah kenikmatan liar ini.
Kombinasi dari gesekan-gesekan kontol Pak Sentot di memek dan klitorisku serta
remasan-remasan kasar telapak tangannya di buah dadaku yang amat sensitif
membuatku menjerit dan mendesah tidak karuan dengan liarnya.
Pak Sentot mulai memompa kontolnya dengan lebih cepat.
Sambil tangannya bertumpu dengan meremas-remas buah dadaku, Pak Sentot bergerak
maju mundur sangat cepat dan kuat. Pandangan penuh nafsu Pak Sentot di wajahku
kubalas dengan reaksi serupa. Mungkin karena basahnya memekku, kulihat saat itu
Pak Sentot bisa memasukkan seluruh kontolnya pada setiap sentakan. Kami berdua
sudah sama-sama mandi keringat, apalagi urat-urat dan otot-otot di sekujur
tubuh Pak Sentot jelas terlihat. Hanya suara desahan dan lenguhan liar bagaikan
binatang dari kami berdua yang terdengar di kamar.
Akhirnya aku tidak tahan lagi, orgasmeku yang kedua datang.
Aku menjerit sangat keras, dan Pak Sentot justru tambah mempercepat dan
memperkuat gerakan serta remasannya. Tubuh mungilku terguncang hebat, sekali
lagi dalam cengkeraman Pak Sentot. Kemudian dipeluknya tubuhku, kubalas pula
dengan erat sehingga terasa keringat kami berdua saling bercampur. Pak Sentot
tidak pernah berhenti memompa kontolnya saat orgasmeku yang kedua itu
berlangsung. Setelah klimaksku selesai beberapa saat kemudian, tubuhku tergolek
lemas dalam posisi saling memeluk, sungguh kontras sekali perbedaan warna dari
tubuh kami. Memekku dan kontol Pak Sentot yang terbenam seluruhnya terasa
sangat basah dan aku kesulitan mengatur nafasku di bawah tindihan tubuh Pak
Sentot.
“Asyik sekali kamu Vicki,” ujar Pak Sentot sambil tersenyum
ke wajahku. Kubalas lemah senyumannya sambil merasakan kenikmatan ini.
Kuberanikan berbisik lemah, “Bapak kok belum keluar?” Sambil tertawa-tawa, Pak
Sentot menjawab, “Kan sudah Bapak bilang nggak mungkin tak keluarin di memek
kamu. Bapak sudah kepikiran tak keluarin pejuh Bapak di bagian tubuh kamu yang
lain.” “Di mana Pak?” tanyaku. Pak Sentot hanya membalas dengan senyuman sambil
melepaskan pelukannya dan bangkit dari atas tubuhku dan kemudian mengambil
posisi duduk berjongkok di perutku.
Campuran keringat dan cairan memekku membuat Pak Sentot
dengan mudah menggerakan kontolnya di sepanjang belahan dadaku. Aku tidak
pernah berhenti memijat, meremas, dan menjepit payudaraku sehingga kulihat mata
Pak Sentot merem melek. “Oh Vicki sayang..!” jerit Pak Sentot sesekali. Gerakan
Pak Sentot makin lama makin cepat, sementara aku juga menguatkan pijatan dan
remasan. Karena payudaraku yang amat sensitif merasakan kerasnya kontol Pak
Sentot, kurasakan ledakan-ledakan kecil di memekku. Aku juga sering
mendesah-desah tidak karuan.
Kuperhatikan dorongan kontol besar Pak Sentot membuat
ujungnya makin lama makin dekat ke daguku, kurasakan pula buah zakarnya
bertabrakan dengan pangkal payudaraku dalam setiap dorongan yang dilakukannya.
Dengan beralaskan bantal, kumajukan mulutku dan mulai memberikan
jilatan-jilatan cepat liar setiap kali kepala kontol Pak Sentot mendekat.
Sekilas kulihat mata Pak Sentot terbelalak dengan keagresifanku ini. “Kamu
makin liar aja Vicki, Bapak bener-bener nggak tahan!” desahnya.
Dengan terampil kuberikan kenikmatan pada Pak Sentot,
jilatan-jilatan lidahku pada ujung kontolnya serta remasan-remasan payudaraku
menggesek kontolnya. Aku betul-betul ingin membalas semua kenikmatan yang
sebelumnya diberikan Pak Sentot terhadapku, tidak peduli lagi status dan
perbedaan usia kami. Gerakan dan ekspresi kami sudah seperti sepasang kekasih
yang tidak mampu lagi menahan nafsunya atau mungkin layaknya dua bintang film
porno. “Oh Vicki sayang!” Pak Sentot akhirnya menjerit keras dan menghentikan
gerakannya. Kontol Pak Sentot masih terjepit di antara buah dadaku dan ujungnya
persis dekat di depan bibirku yang sedikit menganga. Bersamaan dengan itu, air
mani atau pejuh dari kontol Pak Sentot muncrat! Tembakan-tembakan deras pejuh
Pak Sentot membasahi dan lengket di sebagian besar wajah dan bibirku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar