Rabu, 04 Januari 2017

Demi Nilai Ujian Kurela Tempik’ku Disodok Pak Sentot !!

Aku bermaksud meminta tugas-tugas tambahan untuk mendongkrak nilaiku. Tapi Pak Sentot menolaknya dan menawarkan les privat seminggu dua kali di rumahnya. Aku langsung menyetujuinya tanpa berpikiran apa-apa. “Ok, nanti sore kamu ke rumah saya jam 4,” ujar Pak Gatot dengan nada memerintah. “Baik Pak, saya bisa, terima kasih,” jawabku sambil pamit pulang.


Tepat jam 4 aku tiba di rumah Pak Sentot, Sore itu aku memakai pakaian kemeja berkancing yang agak kebesaran, untuk menutupi menonjolnya payudaraku, serta celana jins yg tidak terlalu ketat, tentu tak lupa juga BH dan celana dalam. Sementara Pak Sentot tampak santai, memakai kaos berlengan dan celana panjang biasa. Pak Sentot langsung duduk di sebelahku, dan menjelaskan kondisiku. Dengan jebloknya nilai ulangan-ulanganku, mulai sekarang aku harus berusaha sangat keras supaya bisa lulus. “Kamu mengerti situasimu kan?” tanya Pak Gatot.

Sudah lama Bapak ingin merasakan memek mu yang wangi, tidak disangka hari ini kamu menyerahkan diri,” ujarnya sambil tertawa keras selagi tetap memegangi mulut dan kedua tanganku. “Kamu nggak usah macam-macam, layani saja Bapak, maka kamu nggak perlu mengkhawatirkan nilai-nilaimu yang jeblok itu. Kalo sampai kamu menjerit atau berontak terlalu keras, maka Bapak jamin kamu tidak akan lulus, ok?” tambahnya lagi.

Saat itu aku sungguh-sungguh tidak tahu harus berbuat apa karena belum pernah menghadapi situasi seperti ini dalam hidupku. Tiba-tiba Pak Sentot dengan cepat melepas kacamataku dan menaruhnya di meja sebelah. Kemudian tangan kirinya menarik rambutku dan menciumi bibirku yang mungil dengan kasar, sementara tangan kanannya meremas-remas payudaraku yang sebelah kiri dengan gemasnya sehingga kemejaku mulai awut-awutan. Karena kedua tanganku sudah tidak dipegangi lagi, sempat terlintas di pikiranku untuk memukuli Pak Sentot, namun ancaman tidak lulus membuatku sangat takut dan tidak berani melakukannya. Aku hanya berusaha melepaskan diri namun sia-sia saja.

Kemudian Pak Sentot melepaskan ciumannya, dan kedua tangannya dengan segera memreteli kancing kemejaku satu-persatu. Aku mulai menangis dan memohon untuk dilepaskan, tapi Pak Sentot tidak menghiraukan. Dengan kasar ia menyingkirkan kemejaku dan melemparkannya ke lantai. Setelah itu Pak Sentot dengan paksa melucuti celana jinsku. Tubuhku hanya tertutupi BH dan celana dalam saja, buah dadaku yang berukuran 38C terlihat sangat menonjol. Sekali lagi aku diterkamnya sehingga hanya bisa berbaring pasrah di sofa yang besar dan empuk itu. Pak Sentot kembali menciumi bibirku sementara kedua tangannya dengan ganas meremas-remas buah dadaku.

Sentot Kemudian Pak Sentot menyuruhku menurunkan CD-nya sampai kedua kakinya, sehingga kami berdua sama-sama telanjang bulat. Dibukanya kedua pahaku lebar-lebar dan Pak Sentot mengambil posisi di antaranya sambil memegangi senjatanya. “Pak, pelan-pelan ya? Punya Bapak besar sekali. Saya agak takut,” kataku saat itu. “Ha.. ha.. ha.. nggak usah takut, pokoknya kamu pasti seneng,” jawabnya. Pak Sentot juga memberitahuku nggak usah khawatir hamil, karena nantinya ia tidak akan mengeluarkan air maninya di memekku. “Biar kayak di BF-BF itu Vicki,” katanya. Aku yang berbaring telentang menjawab dengan kepalaku, yang dialasi bantal empuk, mengangguk-angguk. Aku menahan nafas saat Pak Sentot mulai memasukkan kontolnya ke arah memekku yang sudah basah sedari tadi. “Oh.. Pak..” jeritku kecil. Rasanya bener-bener nikmat meski mungkin baru ujung kontol Pak Sentot saja yang terbenam di memekku. Kulihat Pak Sentot mulai memompa dan memegangi kontolnya keluar masuk dari memekku sehingga menggesek-gesek klitorisku yang makin basah. Aku sungguh-sungguh terbuai, dan kemudian dengan sekali sentakan kulihat separuh kontol Pak Sentot masuk ke memekku. “Oh.. Pak Sentot ..” desahku dengan nafas berat.

Kemudian Pak Sentot mengarahkan kedua tangannya ke arah gunung kembarku dan mulai meremas-remas dengan agak kasar, sambil memaju mundurkan kontolnya keluar masuk memekku. “Oh Pak Sentot ..” Aku sudah benar-benar lupa diri, yang ada di pikiranku saat itu hanyalah kenikmatan liar ini. Kombinasi dari gesekan-gesekan kontol Pak Sentot di memek dan klitorisku serta remasan-remasan kasar telapak tangannya di buah dadaku yang amat sensitif membuatku menjerit dan mendesah tidak karuan dengan liarnya.

Pak Sentot mulai memompa kontolnya dengan lebih cepat. Sambil tangannya bertumpu dengan meremas-remas buah dadaku, Pak Sentot bergerak maju mundur sangat cepat dan kuat. Pandangan penuh nafsu Pak Sentot di wajahku kubalas dengan reaksi serupa. Mungkin karena basahnya memekku, kulihat saat itu Pak Sentot bisa memasukkan seluruh kontolnya pada setiap sentakan. Kami berdua sudah sama-sama mandi keringat, apalagi urat-urat dan otot-otot di sekujur tubuh Pak Sentot jelas terlihat. Hanya suara desahan dan lenguhan liar bagaikan binatang dari kami berdua yang terdengar di kamar.

Akhirnya aku tidak tahan lagi, orgasmeku yang kedua datang. Aku menjerit sangat keras, dan Pak Sentot justru tambah mempercepat dan memperkuat gerakan serta remasannya. Tubuh mungilku terguncang hebat, sekali lagi dalam cengkeraman Pak Sentot. Kemudian dipeluknya tubuhku, kubalas pula dengan erat sehingga terasa keringat kami berdua saling bercampur. Pak Sentot tidak pernah berhenti memompa kontolnya saat orgasmeku yang kedua itu berlangsung. Setelah klimaksku selesai beberapa saat kemudian, tubuhku tergolek lemas dalam posisi saling memeluk, sungguh kontras sekali perbedaan warna dari tubuh kami. Memekku dan kontol Pak Sentot yang terbenam seluruhnya terasa sangat basah dan aku kesulitan mengatur nafasku di bawah tindihan tubuh Pak Sentot.

“Asyik sekali kamu Vicki,” ujar Pak Sentot sambil tersenyum ke wajahku. Kubalas lemah senyumannya sambil merasakan kenikmatan ini. Kuberanikan berbisik lemah, “Bapak kok belum keluar?” Sambil tertawa-tawa, Pak Sentot menjawab, “Kan sudah Bapak bilang nggak mungkin tak keluarin di memek kamu. Bapak sudah kepikiran tak keluarin pejuh Bapak di bagian tubuh kamu yang lain.” “Di mana Pak?” tanyaku. Pak Sentot hanya membalas dengan senyuman sambil melepaskan pelukannya dan bangkit dari atas tubuhku dan kemudian mengambil posisi duduk berjongkok di perutku.

Campuran keringat dan cairan memekku membuat Pak Sentot dengan mudah menggerakan kontolnya di sepanjang belahan dadaku. Aku tidak pernah berhenti memijat, meremas, dan menjepit payudaraku sehingga kulihat mata Pak Sentot merem melek. “Oh Vicki sayang..!” jerit Pak Sentot sesekali. Gerakan Pak Sentot makin lama makin cepat, sementara aku juga menguatkan pijatan dan remasan. Karena payudaraku yang amat sensitif merasakan kerasnya kontol Pak Sentot, kurasakan ledakan-ledakan kecil di memekku. Aku juga sering mendesah-desah tidak karuan.

Kuperhatikan dorongan kontol besar Pak Sentot membuat ujungnya makin lama makin dekat ke daguku, kurasakan pula buah zakarnya bertabrakan dengan pangkal payudaraku dalam setiap dorongan yang dilakukannya. Dengan beralaskan bantal, kumajukan mulutku dan mulai memberikan jilatan-jilatan cepat liar setiap kali kepala kontol Pak Sentot mendekat. Sekilas kulihat mata Pak Sentot terbelalak dengan keagresifanku ini. “Kamu makin liar aja Vicki, Bapak bener-bener nggak tahan!” desahnya.

Dengan terampil kuberikan kenikmatan pada Pak Sentot, jilatan-jilatan lidahku pada ujung kontolnya serta remasan-remasan payudaraku menggesek kontolnya. Aku betul-betul ingin membalas semua kenikmatan yang sebelumnya diberikan Pak Sentot terhadapku, tidak peduli lagi status dan perbedaan usia kami. Gerakan dan ekspresi kami sudah seperti sepasang kekasih yang tidak mampu lagi menahan nafsunya atau mungkin layaknya dua bintang film porno. “Oh Vicki sayang!” Pak Sentot akhirnya menjerit keras dan menghentikan gerakannya. Kontol Pak Sentot masih terjepit di antara buah dadaku dan ujungnya persis dekat di depan bibirku yang sedikit menganga. Bersamaan dengan itu, air mani atau pejuh dari kontol Pak Sentot muncrat! Tembakan-tembakan deras pejuh Pak Sentot membasahi dan lengket di sebagian besar wajah dan bibirku.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar